abqory-sharia-group
Home

MENGENAL LEBIH DEKAT DENGAN FIKIH MUAMALAH MALIYAH: FILOSOFIS, TEORI, DAN IMPLEMENTASI

April, 05 2023 by Abqory Media
img-post

Halo sobat Abqory Media!
Sudahkah kamu tahu tentang Fikih Muamalah Maliyah?
Kalau belum, yuk cari tahu lebih dalam mengenai filosofis, teori, dan implementasi pada fikih muamalah maliyah.

Summary:
1. Fikih muamalah maliyah merupakan pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat Islam.
2. Fikih muamalah maliyah memiliki beberapa karakteristik, nilai-nilai filosofis, dan teori yang saling berkaitan dengan implementasinya demi terwujudnya praktik lapangan yang baik mengenai fikih muamalah maliyah.

Fikih Muamalah (FM) terdiri dari dua kata, yaitu fikih dan muamalah. Fikih merupakan bentuk kata benda dari kata fuqaha yang berarti mendalami sesuatu. Bahkan sampai masa Imam Abu Hanifah, kata fikih masih melingkupi segala ilmu agama, baik akidah, ibadah, maupun muamalah. Hal ini dapat dipahami dari karya Abu Hanifah yang mengkaji masalah akidah dengan judul Al-Fiqh al-Akbar. Sementara kata muamalah berasal dari kata âmala yang berarti berurusan (dagang), bergaul dengannya. Belakangan ini pengertian muamalah lebih banyak dipahami sebagai aturan Islam tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia.

Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa fikih muamalah maliyah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya berhubungan dengan pengelolaan harta, perputaran uang, mencari rizki, seperti jual beli, perdagangan dll.

Sobat Abqory Media, dalam kitab al-Muamalah al-Maliyah al-Muashirah fi Fiqh al-Islami karya Dr. Muhammad Utsman Tsubair fikih muamalah memiliki karakteristik-karakteristik khusus yang membuatnya berbeda dengan konvensional.
1. Hukum asal dalam Muamalah adalah mubah (diperbolehkan)
Ulama fikih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Seperti firman Allah dalam surat Yunus ayat 59:

قلُْ أرََأ يَْ تمُْ مَا أ نَْزَلَ ه اللَّ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْ تمُْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلََلًً قلُْ آ ه للَّ أذَِنَ لَكُمْ أمَْ عَلَى ه اللَّ تفَْ ترَُونَ

Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”

Kaidah ini menjadikan fikih muamalah fleksibel, tidak kaku, dan tidak ketinggalan dalam menjawab perkembangan kontemporer interaksi dan transaksi sosial. Konsekuensi dari hukum asal muamalah ini adalah memilah dan memilih mana yang halal dan haram. Prinsip mengedepankan yang halal dan menjauhi yang haram, termasuk menjauhi transaksi berbau riba.

2. Fikih muamalah dibangun atas dasar prinsip-prinsip (asas) yang bersifat umum
Para ulama sepakat bahwa fikih muamalah dibangun atas dasar prinsip-prinsip umum dan universal, dimana fikih muamalah ini tidak terlalu masuk (mengurusi) hal-hal yang sifatnya lebih terperinci. Berikut ini contoh prinsip umum yang dibangun dalam fikih muamalah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama-suka di antara kamu. (Q.S an-Nisa ayat 29).

3. Fikih muamalah disusun dengan memperhatikan illat (alasan hukum) dan kemaslahatan
Fikih muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mengurangi permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia.
Ibnu Taimiyah mengatakan: Syariah datang dengan membawa kemaslahatan dan menyempurnakannya, menghilangkan kerusakan dan meminimalisirnya, mengutamakan kebaikan yang lebih dan kemudharatan yang sedikit, memilih kemaslahatan yang lebih besar dengan membiarkan yang lebih kecil, dan menolak kemudharatan yang lebih besar dengan memilih yang lebih kecil.

4. Fikih muamalah menggabungkan antara sifat yang tegas dan lentur
Tidak dipungkiri bahwa sebagian hukum-hukum muamalah ada yang berubah disebabkan berubahnya illat (alasan) sebuah hukum dan juga maslahat. Namun ada juga sebagian yang hukumnya tetap tidak berubah seiring berubahnya situasi dan kondisi. Hal ini menunjukkan bahwa fikih muamalah itu memiliki karakteristik tegas sekaligus lembut.

Kemudian selain karakteristik-karakteristik di atas, apa sih yang membuat fikih muamalah maliyah berbeda dengan konvensional?
Jawabannya ialah terdapat pada teori-teori terkait fikih muamalah maliyah. Sebelum masuk dalam pembahasan tersebut, Sobat Abqory Media terlebih dahulu harus mengetahui tentang nilai-nilai filosofis fikih muamalah maliyah. Karena nilai-nilai inilah yang menjadi bukti bahwa ekonomi syariah atau muamalah adalah satuan ilmu independen, bukan versi syariah dari ekonomi konvensional atau tidak bisa wujud tanpa adanya ekonomi konvensional sebagai patokannya. Menurut Ghazaly, nilai-nilai filosofis fikih muamalah adalah sebagai berikut:
1. Mendahulukan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga murah dan tidak melakukan penimbunan barang
2. Tidak mencampuri transaksi orang lain
3. Tidak berlebihan/membuahkan dalam kebutuhan
4. Kemudahan dan murah hati
5. Jujur dan amanah
6. Menjauhi riba, tadlis, gharar, dan maysir
7. Memenuhi akad/transaksi
8. Tidak bersumpah terhadap barang dagangan

Selanjutnya, terkait teori-teori fikih muamalah maliyah menurut al-Zarqa dan Wahbah az-Zuhaili yang menjadi pembahasan di antaranya adalah teori tentang hak, kepemilikan, harta, dan akad. Selain teori-teori ini, teori tentang manfaat dan utang piutang juga menjadi bagian dalam kajian terkait fikih muamalah maliyah.
1. Teori harta
Harta bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang bisa dimiliki dan dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupannya di bumi. Harta dalam pandangan Islam dipandang memiliki kedudukan penting karena memiliki fungsi untuk mencapai kemaslahatan, baik secara individu maupun masyarakat.

2. Teori hak
Menurut bahasa al-Qur’an, hak bisa diartikan sebagai hal yang pasti, kebenaran, dan ketetapan atau menetapkan. Sedangkan secara terminologis, arti dari hak sendiri adalah kumpulan kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam lingkup perorangan atau umum seperti harta benda yang ditetapkan oleh syara’ dan berasal dari Allah untuk mewujudkan kemaslahatan.

3. Teori kepemilikan
Kepemilikan adalah keistimewaan (ikhtishad) menurut syariat yang menghalangi seseorang atas benda tersebut dan membebaskan yang memiliki untuk berlaku terhadap benda itu berdasarkan kehendaknya, kecuali ada yang menghalangi yang dibenarkan oleh syara’. Kepemilikan sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan secara pribadi (al-milkiyah al-fardiyah), umum (al-milkiyah al-aamah), dan negara (al-milkiyah al-daulah).

4. Teori manfaat
Manfaat adalah sesuatu yang bersifat abstrak yang didapatkan dari benda karena penggunaannya.

5. Teori utang piutang
Utang piutang adalah suatu kewajiban yang menjadi tanggung jawab suatu pihak yang berupa kewajiban kebendaan baik dari segi zat maupun manfaatnya merupakan utang, termasuk kewajiban membayar zakat.

Setelah memahami tentang apa itu fikih muamalah maliyah beserta karakteristik, nilai filosofis, dan teorinya bagaimana keterkaitan di antara ketiganya dengan implementasi fikih muamalah maliyah itu sendiri?
Salah satu contoh keterkaitan antara karakteristik, filosofis, teori, dan implementasi fikih muamalah maliyah adalah implementasi akad Ijarah Muntahiya Bi al-Tamlik atau IMBT yang menggabungkan akad Ijarah dengan jual-beli sebagai alternatif leasing konvensional dan beberapa akad implementatif leasing lainnya, seperti Musyarakah Mutanaqisha atau Istishna.
Dalam IMBT karakteristik fikih muamalah maliyah menunjukkan kefleksibelan dalam hukum. Sehingga dibuatlah akad baru yang merupakan satuan dari dua akad yang ada. Hal ini juga sejalan dengan unsur filosofis yaitu kemaslahatan. Teori terkait fikih muamalah maliyah juga terimplementasikan dengan baik, di mana harta yang disewakan masih menjadi kepemilikan kreditur sedangkan hak penggunaannya menjadi hak debitur, kemudian pada akhir akad kepemilikan harta tersebut berpindah ke debitur.
Dari contoh implementasi fikih muamalah maliyah itu bisa disimpulkan bahwa butuh keterkaitan antara karakteristik, nilai-nilai filosofis, dan teori yang ada demi terwujudnya praktik lapangan yang baik mengenai fikih muamalah maliyah.

Bagikan:

Artikel Terkait